A. Paham Tradisional mengenai Keadilan
Aristoteles mempengaruhi pemahaman secara
tradisional mengenai keadilan, dan
dibagi menjadi 3, yaitu :
1.
Keadilan Legal
Keadilan
ini lebih menyangkut tentang hubungan antar individu atau kelompok masyarakat
dengan Negara. Artinya, semua anggota masyarakat diperlakukan sama oleh
negaranya, tanpa ada pembedaan-pembedaan berdasarkan status social atau
ekonominya.
Pemahaman
ini berdasarkan dasar moral:
Ø Kita sebagai manusia yang memiliki harkat dan martabat yang sama dan
harus diperlakukan sama juga. Jika kita dibeda-bedakan, berarti harkat dan
martabat kita sebagai manusia tidak dihargai dan direndahkan.
Ø Kita sebagai warga Negara sebuah Negara memiliki status, kedudukan
dan kewajiban sipil yang sama pula, jadi harus diperlakukan sama juga sesuai
hukum yang berlaku. Perlakuan yang tidak sama hanya boleh diberlakukan dalam
pengecualian jika seseorang atau sekelompok orang tidak melakukan kewajibannya
sesuai hukum yang berlaku dan perlakuan pembedaan tersebut akan dibenarkan jika
melewati prosedur legal yang berlaku.
Prinsip dasar tersebut memiliki
beberapa konsekuensi legal dan moral yang mendasar, yaitu :
Ø Semua orang harus secara sama dilindungi oleh hukum, dalam hal ini
oleh Negara. Warga Negara harus dilindungi secara adil tanpa melihat dari
status social, latar belakang etnis, agama, social ekonomi ataupun aliran
politiknya.
Ø Tidak ada seorangpun yang dapat diberlakukan istimewa oleh negaranya
atau hukum tertentu. Artinya, siapapun yang bersalah dan melanggar hukum harus
diberlakukan sama sesuai dengan kasusnya dan hukum yang ditentukan. Dan
siapapun, yang haknya dilanggar harus dibela dan dilindungi oleh hukum dan
negaranya.
Ø Negara atau pemerintah tidak boleh mengeluarkan hukum atau produk
hukum apapun yang secara khusus dimaksudkan demi kepentingan kelompok ataupun
orang tertentu. Aturan yang dikeluaran untuk kelompok tertentu yang secara
material merugikan ataupun tidak merugikan bagi orang lain, tetap dianggap
tidak adil, karena sudah menunjukkan suatu perlakuan istimewa.
Ø Semua warga Negara harus tunduk dan taat pada aturan-aturan yang
berlaku yang melindungi hak dan kepentingan semua warga. Dengan demikian
perlindungan dan perlakuan hukum akan terjamin sama kepada setiap warga
negaranya.
Jadi secara khusus dalam bisnis,
prinsip keadilan legal menuntut agar Negara bersikap netral dalam perlakuan
terhadap para pelaku bisnis. Artinya Negara tidak akan berpihak pada
kepentingan bisnis tertentu, melainkan tetap menjamin kegiatan bisnis yang
sehat dan baik bagi semua pelaku bisnis dengan adanya aturan dan hukum bisnis
yang akan diberlakukan sama bagi semua pelaku bisnis. Maka dengan aturan
tersebut, pemerintah, para pelaku bisnis, ataupun masyarakat harus menaati
aturan yang telah ditetapkan tersebut, tanpa adanya perlakuan yang istimewa.
Maka setiap warga Negara berhak untuk mendapat perlakuan hukum yang sama dan
adil dalam bidang usaha.
Prinsip keadilan legal juga berlaku
dalam lingkungan perusahaan. Dimana, pemimpin harus memperlakukan semua
karyawannya secara sama, tanpa adanya pembedaan. Perlakuan adil dari perusahaan
kepada karyawannya dapat berupa gaji, tunjangan, sikap, promosi dan lain
sebagainya. Setiap karyawan berhak untuk mendapatkan kesempatan dan peluang
pengembangan yang sama. Namun, ada hal-hal yang harus dipertimbangkan oleh
perusahaan, yaitu menyangkut kemampuan, pengalaman, dedikasi, kepercayaan, dan
lain sebagainya. Namun, pertimbangan-pertimbangan ini harus transparan dan sesuai
dengan aturan perusahaan yang berlaku.
Prinsip keadilan legal ini juga akan
memiliki efek yang baik bagi situasi kerja dalam perusahaan. Dimana, jika semua
karyawan diperlakukan sama dan adil, maka akan memacu semangat para karyawan
untuk meningkatkan kerjasama mereka sebagai tim dan juga dalam meningkatkan
kinerja perusahaan. Dan jika tidak adanya perlakuan yang adil, maka akan
mempengaruhi semangat dan kinerja para karyawan yang juga akan mempengaruhi
kinerja perusahaan secara keseluruhan.
2.
Keadilan Komutatif
Keadilan
ini mengatur hubungan yang adil antara seseorang dengan orang lainnya atau
antar seorang warga Negara dengan warga Negara yang lainnya. Dalam keadilan
ini, semua warga Negara dituntut untuk saling menghargai, menghormati, dan
menjamin hak dan kepentingan sesamanya dalam berinteraksi social. Dengan kata
lain, bahwa adanya keseimbangan atau kesetaraan antara semua pihak masyarakat
dalam proses kegiatan interaksi social.
Negara
memiliki bagian untuk mengawasi keadaan yang menyangkut keadilan komutatif ini.
Karena jika adanya kesalah pahaman atau renggangnya hubungan antar masyarakat,
sehingga tercipta suatu keadaan yang tidak harmonis, maka Negara berhak untuk
campur tangan dalam upaya memulihkan keadaannya kembali.
Dalam
bisnis, hal inipun berlaku. Karena dalam berbisnis, tidak boleh ada salah satu
pihak yang dirugikan kepentingannya. Dan jika terjadi kerugian pada salah satu
pihak, maka Negara turun tangan untuk memulihkan kembali keadaan yang tidak
baik tersebut dengan menggunakan sanksi sebagai hukumannya, sesuai dengan
kerugian yang diderita korban. Untuk itu dalam berbisnis, harus terciptalah win-win situation. Karena dalam bisnis
keadilan komutatif berlaku sebagai keadilan tukar, dimana harus adanya
pertukaran yang adil antara pihak-pihak yang terlibat.
3.
Keadilan Distributif
Keadilan
distributif juga dikenal sebagai keadilan ekonomi, dimana adanya distribusi
ekonomi yang merata bagi semua warga Negara. Dengan kata lain, keadilan
distributif menyangkut pembagian
kekayaan ekonomi atau hasil-hasil pembangunan.
Menurut
Aristoteles, karena tujuan Negara adalah untuk mencapai kehidupan masyarakat
yang baik, maka distribusi ekonomi yang adil adalah berupa sumbangan atau jasa
setiap orang dalam menunjang tercapainya tujuan Negara tersebut. Maka distribusi
ekonomi ini didasarkan pada prestasi dan peran masing-masing orang dalam
mengejar tujuan bersama seluruh warga Negara. Maka menurutnya, orang yang
memiliki prestasi serta sumbangan yang lebih besar dalam suatu Negara, maka
berhak untuk mendapatkan imbalan yang lebih besar juga.
Dengan
kata lain, keadilan distributif membenarkan pembagian kekayaan yang sama rata
dengan maksud persamaannya adalah seseorang dapat menerima imbalan sesuai
dengan presentase prestasi dan sumbangan yang telah dilakukan. Karena akan
terjadi ketidak adilan jika imbalan yang diperoleh seseorang tidak sesuai
dengan prestasi yang telah diberikannya.
Maka
dalam dunia bisnis, keadilan distributif yang menurut pendapat Aristoteles,
seorang karyawan berhak memperoleh upah atau gaji yang sesuai dengan prestasi,
tugas dan tanggung jawabnya yang telah diberikan berdasarkan kesempatan yang
disediakan oleh perusahaan. Oleh sebab itu, sebenarnya imbalan ekonomi yang
diperoleh oleh setiap karyawan atau warga Negara akan mengalami perbedaan. Namun,
itu dapat dibenarkan dan diterima sesuai dengan penjelasan Aristoteles yang
dapat mempelihatkan bahwa hal itu adalah adil dan etis.
B.
Keadilan Individual dan
Struktural
Keadilan dan upaya untuk menegakkan keadilan
menyangkut aspek yang lebih luas berupa penciptaan sistem yang mendukung
terwujudnya keadilan tersebut. Ini bukan hanya menyangkut sikap dari seseorang
terhadap yang lainnya, tetapi juga menyangkut adanya aturan social politik,
sehingga semua orang benar-benar diperlakukan secara adil atau mendapat
kesempatan yang sama. Sehingga orang yang melanggar aturan social politik dalam
kehidupan dan bisnis akan ditindak oleh sistem yang ada.
Jika masalah ketidakadilan menjadi suatu
kebiasaan, maka untuk bisa menegakkan keadilan legal dibutuhkan sistem sosial
politik yang mewadahi dan memberi tempat bagi tegaknya keadilan legal tersebut,
termasuk dalam bidang bisnis. Secara khusus dalam sebuah perusahaan, walaupun
seorang pemimpin perusahaan manapun yang melakukan diskriminasi tanpa dasar
yang bisa dipertanggungjawabkan secara legal dan moral harus ditindak demi
menegakkan sebuah sistem organisasi perusahaan yang memang menganggap serius
prinsip perlakuan yang sama. Demikian juga hal yang sama diberlakukan untuk
keadilan komutatif dan keadilan distributif. Jadi, struktur sosial politik yang
ditetapkan harus benar-benar adil.
Dalam keadilan distributif, yang dibutuhkan
bukan hanya sekedar sikap baik dari seseorang terhadap yang lainnya. Akan
tetapi, hal yang utama adalah sistem atau struktur sosial politik berfungsi
dalam upaya memungkinkan distribusi ekonomi berjalan dengan baik untuk mencapai
situasi sosial dan ekonomi yang bisa dianggap cukup adil.
Atas dasar ini, kiranya tidak bisa disangkal
bahwa dengan menggunakan klasifikasi klasik mengenai keadilan ini dalam
menegakkan ketiga macam keadilan ini, pemerintah mempunyai peran yang penting
tidak saja dalam hal menciptakan sistem atau struktur sosial politik yang
kondusif, melainkan juga dalam tekadnya untuk menegakkan ketiga jenis keadilan
ini. Termasuk di dalamnya keterbukaan dan kesediaan pemerintah untuk dikritik,
diprotes, dan digugat bila melakukan pelanggaran atas prinsip-prinsip keadilan
baik legal, komutatif maupun distributif. Tanpa itu, ketidak adilan akan
merajalela dalam masyarakat. Maka dengan kata lain, harus adanya keterbukaan
politik dari pihak pemerintah untuk diproses hukum berdasarkan aturan keadilan
yang ada.
C.
Teori Keadilan Adam Smith
Teori keadilan Adam Smith hanya menerima
satu prinsip keadilan, yaitu keadilan komutatif. Hal ini didasarkan pada
beberapa alasan, yaitu :
1.
Yang disebut keadilan yang
sesungguhnya hanya memiliki satu arti, yaitu keadilan komutatif yang menyangkut
kesetaraan, keseimbangan, keharmonisan hubungan antara satu orang atau pihak
denbgan orang atau pihak yang lainnya. Keadilan yang sesungguhnya mengungkapkan
kesetaraan dan keharmonisan hubungan di antara manusia ini. Itu berarti dalam
interaksi sosial apa pun tidak boleh ada pihak yang dirugikan hak dan
kepentingannya. Ketidakadilan lalu berarti pincangnya hubungan antara manusia
karena kesetaraan tadi terganggu.
2.
Keadilan legal sesungguhnya
sudah terkandung dalam keadilan komutatif. Karena keadilan legal sesungguhnya
hanya konsekuensi lebih lanjut dari prinsip keadilan komutatif. Yaitu, bahwa
demi menegakkan keadilan komutatif Negara harus bersikap netral dan
memperlakukan semua pihak secara sama tanpa terkecuali. Hanya dengan prinsip
perlakuan yang sama keadilan komutatif dapat ditegakkan. Jadi, prinsip
perlakuan yang sama atau keadilan legal hanya konsekuensi logis dari
pelaksanaan prinsip keadilan komutatif.
Maka dari itu,
keadilan legal dan keadilan komutatif sama-sama memiliki prinsip menyangkut
jaminan dan penghargaann atas hak dan kepentingan semua orang dalam interaksi
sosial yang didukung oleh sistem politik melalui hukum positif.
3.
Adam Smith menolak keadilan
distributif sebagai salah satu jenis keadilan. Alasannya, karena apa yang
disebut keadilan selalu menyangkut hak yang berarti semua orang tidak boleh
dirugikan haknya, atau secara positif, setiap orang harus diperlakukan sesuai
dengan haknya. Dan menurutnya, keadilan distributif justru tidak berkaitan
dengan hak. Dalam artian disini, orang miskin tidak berhak menuntut dari orang
kaya untuk membagi kekayaannya kepada mereka. Orang miskin hanya bisa meminta,
tapi tidak memiliki hak untuk menuntutnya. Karena pemberian tersebut hanya
didasarkan pada sikap belas kasih dari orang kaya tanpa didasarkan pada
kewajiban untuk membantu orang miskin dalam memperbaiki keadaan sosial ekonomi
orang miskin. Namun, pada keadilan komutatif, semua orang dapat dituntut dan
dipaksakan untuk menghargai hak orang lain, sebagaimana ia sendiri menuntut
bahkan memaksa orang lain untuk menghargai haknya.
Ada tiga prinsip
pokok keadilan komutatif menurut Adam Smith, yaitu :
a. Prinsip No Harm
Prinsip
ini merupakan prinsip yang paling pokok dari keadilan. Hal ini karena dalam
prinsip ini, setiap orang dituntut untuk menahan dirinya agar tidak sampai
merugikan hak dan kepentingan orang lain dalam kehidupan interaksi sosial.
Rumusan dari kaidah emasnya adalah perlakukanlah orang lain sebagaimana anda
ingin diperlakukan dan jangan lakukan pada orang lain apa yang anda sendiri
tidak ingin diperlakukan pada anda.
Pada akhirnya, itu
berarti keadilan menyangkut penghargaan dan sikap hormat akan manusia sebagai
manusia beserta semua hak yang melekat padanya, khususnya hanya karena ia
manusia.
Menurut
Adam Smith,prinsip no harm adalah
prinsip paling minim dan karena itu paling pokok yang harus ada untuk
memungkinkan kehidupan manusia bisa bertahan dan juga relasi sosial manusia
bisa ada dan bertahan. Maka, untuk melangsungkan terjalin dan terjaminnya
relasi sosial, prinsip paling minim ini harus diperhatikan. Untuk itu, prinsip
ini tidak hanya berlaku sebagai prinsip moral, melainkan juga dituangkan
menjadi aturan hukum yang tertulis. Dan dengan demikian, setiap orang
dipaksakan untuk mengikuti aturan yang berlaku. Sesuai dengan itu, maka Adam
Smith berpendapat bahwa keadilan merupakan the
enforceable virtue (keutamaan moral yang dapat dipaksakan)
Prinsip
ini juga berlaku dalam dunia bisnis. Dimana, prinsip ini menjadi aturan main
paling minim, paling pokok, dan niscaya yang harus dipatuhi oleh semua pelaku
bisnis demi penghargaan terhadap hak dan kepentingan semua pihak (termasuk hak
dan kepentingan pihak), demi kelangsungan bisnis masing-masing pihak, dan demi
kelangsungan dan kemajuan ekonomi nasional secara keseluruhan.
b.
Prinsip Non-Interventio
Prinsip keadilan
komutatif yang kedua adalah prinsip tidak ikut campur tangan. Prinsip. Prinsip
ini menuntut agar demi jaminan dan penghargaan atas hak dan kepentingan setiap
orang, tidak seorang pun di perkenankan untuk ikut campur tangan dalam
kehidupan dan kegiatan orang lain. Campur tangan dalam bentuk apa pun akan
merupakan pelanggaran terhadap hak orang tertentu yang merupakan suatu harm (kerugian), dan itu berarti telah
terjadi ketidakadilan
c.
Prinsip Keadilan Tukar
Prinsip keadilan tukar
atau prinsip pertukaran dagang dengan fair
terutama terwujud dan terungkap dalam mekanisme harga dalam pasar. Ini
sesungguhnya merupakan penerapan lebih lanjut prinsip non harm secara khusus dalam pertukaran dagang antara satu pihak
dengan pihak lain dalam pasar. Untuk menjelaskan bagaimana prinsip keadilan
tukar ini terwujud, Adam Smith membedakan antara harga alamiah dan harga pasar
atau harga actual. Harga alamiah adalah harga yang mencerminkan biaya produksi
yang telah dikeluarkan oleh produsen, yaitu terdiri dari tiga komponen biaya
produksi berupa upah buruh, keuntungan untuk pemilik modal, dan sewa
(tanah,gedung dan semacamnya). Harga pasar atau harga actual adalah harga yang
aktual ditawarkan dan dibayar dalam transaksi dagang di dalam pasar.
D. Teori Keadilan Distributif John Rawls
John
Rawls dikenal sebagai seorang filsuf yang secara keras mengkritik system ekonomi
pasar bebas, khususnya teori keadilan pasar sebagaimana dianut Adam Smith. Ia
sendiri menerima dan mengakui keunggulan system ekonomi pasar. Pertama-tama,
karena pasar memberi kebebasan dan peluang yang sama bagi semua pelaku ekonomi.
Kebebasan adalah nilai dan salah satu hak asasi paling penting yang dimiliki
oleh manusia, dan ini dijamin oleh sistem ekonomi pasar. Pasar memberi peluang
bagi penentuan diri manusia sebagai makhluk yang bebas. Ekonomi pasar menjamin
kebebasan yang sama dan kesempatan yang fair.
a)
Prinsip-prinsip keadilan
distributif Rawls
Karena kebebasan merupakan salah satu
hak asasi paling penting dari manusia, Rawls sendiri menempatkan kebebasan
sebagai prinsip pertama dari keadilannya, berupa “prinsip kebebasan yang sama”.
Prinsip ini berbunyi: “setiap orang harus mempunyai hak yang sama atas sistem
kebebasan dasar yang sama yang paling luas sesuai dengan sistem kebebasan
serupa bagi semua”. Ini berarti pada tempat pertama keadilan menuntut agar
semua orang diakui, dihargai dan dijamin haknya atas kebebasan secara sama.
Hanya dengan kebebasan ini semua orang dimungkinkan untuk menjalani hidupnya
sesuai dengan keinginan dan apa yang dianggapnya baik.
Rawls
mengkritik sistem ekonomi pasar karena dari segi lain pasar justru menimbulkan
bahkan memperbesar jurang ketimpangan ekonomi antara yang kaya dan yang miskin.
Pasar tidak berhasil menjamin suatu
pemerataan ekonomi yang adil.
Maksud dari
Rawls, karena setiap orang masuk dalam pasar dengan bakat dan kemampuan alamiah
yang berbeda-beda, peluang sama yang diberikan pasar tidak akan menguntungkan
semua peserta. Justru sebaliknya, peluang yang sama hanya akan menguntungkan
kepada mereka jyang berbakat dan mampu, sementara yang tidak bebakat dan tidak
mampu dengan sendirinya akan kalah dan tersingkir.
Sebagai jalan
keluar , menurut Rawls, sistem sosial harus diatur sehingga pada akhirnya,
berdasarkan peluang dan kebebasan yang sama bagi semua, sistem sosial itu
bekerja sedemikian rupa untuk menguntukngkan kelompok yang paling kurang
beruntung. Atas dasar ini, Rawls lalu mengajukan prinsip keadilan yang kedua,
berupa prinsip perbedaan, yaitu bahwa ketidaksamaan sosial dan ekonomi harus
diatur sedemikian rupa sehingga ketidaksamaan tersebut menguntungkan mereka
yang paling kurang beruntung, dan sesuai dengan tugas dan kedudukan yang
terbuka bagi semua di bawah kondisi persamaan kesempatan yang sama.
b)
Kritik atas teori Rawls
Prinsip perbedaan Rawls menuai
kritikan karena menimbulkan ketidakadilan baru. Pertama, prinsip tersebut
pemerintah dibenarkan untuk melanggar dan merampas hak pihak tertentu untuk
diberikan kepada pihak lain. Kedua, kekayaan kelompok tertentu yang diambil
pemerintah diberikan kepada kelompok teretntu yang kurang beruntung atau miskin
karena kesalahanya sendiri. yang sebenarnya adalah bakat dan kemampuan hanya
menyumbang sekian persen bagi keberhasilan seseorang dalam hidupnya, termasuk
dalam kehidupan sosial dan ekonomi. Dalam hal ini Rawls tidak memberi tempat
dan tidak memperhitungkan secara serius usaha, ketekunan, kegigihan, jerih
payah, keuletan, dan berarti kebebasan seseorang dalam kehidupannya terlepas
dari bakat yang dimilikinya, dan yang pada akhirnya bisa mengubah nasib
hidupnya. Rawls beranggapan bahwa manusia dibelenggu oleh nasib, dan seakan
tanpa bisa diubahnya.
E. Jalan Keluar Atas Ketimpangan Ekonomi
Terlepas dari
kritik-kritik diatas, terhadap teori Rawls harus kita akui bahwa Rawls
mempunyai pemecahan yang cukup menarik dan mendasar atas ketimpangan ekonomi.
Akan tetapi, dengan memperhatikan secara serius kelemahan-kelemahan yang
dilontarkan diatas, kita dapat mengajukan jalan keluar tertentu yang sebenarnya
memadukan teori Adam Smith yang menekankan pasar dan juga teori Rawls yang
menekankan kenyataan perbedaan bahwa ketimpangan ekonomi yang dihasilakan oleh
pasar.
Pertama,
harus kita akui bahwa pasar adalah sistem ekonomi terbaik sekarang karena, dari
kacamata Adam Smith maupun Rawls, pasar menjamin kebebasan berusaha secara
optimal bagi semua orang. Karena itu, kebebasan berusaha dan kebebasan dalam
segala aspek kehidupan harus diberi tempat pertama. Semua orang harus dijamin
kebebasannya secara sama. Semua orang dibiarkan dan diberi peluang untuk
berusaha dan melakukan apa saja yang dianggapnya baik, asalkan tidak merugikan
hak kepentingan orang (masyarakat lain).
Akan tetapi,
kita sadar sekali bahwa tidak semua orang dapat memanfaatkan kebebasan dan
peluang yang diberikan dan dijamin oleh sistem ekonomi pasar. Terlepas dari
kenyataan bahwa ada yang tidak bisa memanfaatkan peluang yang diberikan pasar
kendati mereka sesungguhnya mampu, kita tahu dan mengakui bahwa ada banyak
orang lain yang bukan karena kesalahannya sendiri, memang secara objektif tidak
mampu memanfaatkan peluang tersebut. Kiranya tidak adil membiarkan kelompok
ini, yang bukan karena kesalahannya sendiri tidak bisa menjamin bagi dirinya
dan keluarganya suatu tingkat kehidupan yang layak dan manusiawi. Dari satu
segi, mereka memang tidak mempunyai hak untuk menuntut orang lain untuk
membantu kehidupan mereka.
Atas
dasar ini, jalan keluar untuk memecahkan persoalan perbedaan dan ketimpangan
ekonomi dan sosial yang antara lain disebabkan oleh pasar adalah bahwa,
disamping menjamin kebebasan yang sama bagi semua, Negara dituntut untuk
mengambil langkah dan kebijaksanaan khusus tertentu yang secara khusus
dimaksudkan untuk membantu memperbaiki keadaan sosial dan ekonomi kelompok yang
secara objektif tidak beruntung bukan karena kesalahan mereka sendiri.
Jadi, jalan
keluar yang kita ajukan atas ketimpangan ekonomi adalah dengan mengandalkan
kombinasi mekanisme pasar dan kebijaksanaan selektif pemerintah yang khusus
ditujukan untuk membantu kelompok yang secara objektif tidak mampu memanfaatkan
peluang pasar secara maksimal. Dalam hal ini, penentuan kelompok yang mendapat
perlakuan istimewa harus dilakukan secara transparan dan terbuka, karena kalau
tidak akan membuka peluang bagi tindakan diskriminatif dan tidak adil. Langkah
dan kebijaksanaan ini tentu saja dapat mecakup pengaturan sistem melalui
pranata politik dan legal, sebagaimana diusulkan Rawls, tetapi harus tetap
selektif sekaligus berlaku umum. Jalan keluar ini sama sekali tidak
bertentangan dengan sistem ekonomi pasar karena sistem ekonomi pasar
sesungguhnya mengakomodasi kemungkinan ini.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dalam melakukan hubungan dengan
masyarakat atau untuk berinteraksi sosial, setiap warga Negara harus saling
menghargai dan menghormati kepentingan dari warga Negara lainnya. Dengan kata
lain, semua anggota masyarakat tidak boleh saling merugikan akan kepentingan
masing-masing. Dan demi terjaminnya keadaan tersebut harus diperlukannya
kaidah-kaidah yang mendasari etika untuk mengatur setiap perilaku masyarakat.
Begitu pula, dalam dunia bisnis, etika sangat diperlukan agar tidak terjadinya
ketimpangan ekonomi. Hal ini juga diperlukan agar terciptanya win-win situation. Dan jika terjadinya
pelanggaran akan aturan yang ditetapkan, maka akan diberikan sanksi yang sesuai
dengan yang telah ditetapkan.
SARAN
Sebaiknya, agar suatu bisnis dapat
berlangsung dengan baik dan berkelanjutan, maka para pelaku bisnis harus
memperhatikan etika-etika dalam bisnis yang telah diberlakukan dalam dunia
bisnis.
DAFTAR
PUSTAKA
Keraf, S. Etika Bisnis. 1995.
Media Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar