Minggu, 15 Maret 2015

Masalah Humanisme Dalam Hubungannya Dengan Agama

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Secara sederhana, paham humanis dapat diartikan sebagai suatu sikap yang dalam membela kelangsungan dan keberadaan hidup manusia agar manusia tidak tenggelam dalam kahancuran atau kebinasaan.
Humanisme dalam memandang objek (manusia) tidak membedakan manusia sebagai suatu makluk yang terkontak-kontakan. Humanisme tidak memandang bangsa, agama, daerah, suku, warna kulit dan sejenisnya.
Adapula Humanisme dipandang sebagai sebuah pandangan positif oleh kebanyakan orang. Humanisme mengingatkan kita seperti gagasan-gagasan seperti kecintaan terhadap perikemanusiaan, perdamaian, dan persaudaraan. Tetapi, makna filosofis dari humanisme jauh lebih signifikan, yaitu humanisme adalah cara berpikir bahwa mengemukakan konsep perikemanusiaan sebagai fokus dan satu-satunya tujuan. Dengan kata lain, humanisme mengajak manusia berpaling dari Tuhan yang menciptakan mereka dan, hanya mementingkan keberadaan dan identitas mereka sendiri. Kamus umum mendefinisikan humanisme sebagai “sebuah sistem pemikiran yang berdasarkan pada berbagai nilai, karakteristik, dan tindak tanduk yang dipercaya terbaik bagi manusia, bukannya pada otoritas supernatural manapun“.

1.2  Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini agar kita bisa mengetahui masalah Humanistik terhadap Agama.

1.3  Manfaat Penulisan

Pembuatan makalah ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan wawasan bagi siapa saja yang membacanya, sebagai bahan dasar bagi penulis untuk mengikuti ujian akhir semester mata kuliah agama.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Humanistik

Humanistik adalah istilah umum untuk berbagai jalan pikiran yang berbeda yang memfokuskan dirinya ke jalan keluar umum dalam masalah-masalah atau isu-isu yang berhubungan dengan manusia. Humanisme telah menjadi sejenis doktrin beretika yang cakupannya diperluas hingga mencapai seluruh etnisitas manusia, berlawanan dengan sistem-sistem beretika tradisonal yang hanya berlaku bagi kelompok-kelompok etnis tertentu.
Humanisme modern dibagi kepada dua aliran: Pertama, Humanisme keagamaan/religi berakar dari tradisi Renaisans-Pencerahan dan diikuti banyak seniman, umat Kristen, dan para cendekiawan dalam kesenian bebas. Pandangan mereka biasanya terfokus pada martabat dan kebudiluhuran dari keberhasilan serta kemungkinan yang dihasilkan umat manusia. Kedua, Humanisme sekular mencerminkan bangkitnya globalisme, teknologi, dan jatuhnya kekuasaan agama. Humanisme sekular juga percaya pada martabat dan nilai seseorang dan kemampuan untuk memperoleh kesadaran diri melalui logika. Orang-orang yang masuk dalam kategori ini menganggap bahwa mereka merupakan jawaban atas perlunya sebuah filsafat umum yang tidak dibatasi perbedaan kebudayaan yang diakibatkan adat-istiadat dan agama setempat.
Pengertian lain juga bahwa humanistik adalah reaksi behaviorisme dan psikoanalisis dimensi kepada manusia dari psikologi dan konteks manusia dalam pengembangan teori psikologis.
            Lima hal yang merangkum adalah :
                  1.    Manusia tidak bisa direduksi menjadi koponen-komponen
                  2.    Manusia memiliki konfeksi yang unik di dalam dirinya
                  3.     Kesadaran manusia menyertakan kesadaran akan diri dalam konteks oran lain
                  4.    Manusia mempunyai pilihan-pilihan dan bertanggung jawab
                  5.    Manusia bersifat infersional, mereka mencari, mencari makanan, nilai dan memiliki nilai kreativitas.
2.2. Pengertian Agama

            Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Kata "agama" berasal dari bahasa Sansekerta, Agama yang berarti "tradisi". Berdasarkan cara beragamanya, Agama terbagi dalam Empat cara yaitu:
  1. Tradisional, yaitu cara beragama berdasar tradisi. Cara ini mengikuti cara beragamanya nenek moyang, leluhur atau orang-orang dari angkatan sebelumnya. Pada umumnya kuat dalam beragama, sulit menerima hal-hal keagamaan yang baru atau pembaharuan. Apalagi bertukar agama, bahkan tidak ada minat. Dengan demikian kurang dalam meningkatkan ilmu amal keagamaanya.
  2. Formal, yaitu cara beragama berdasarkan formalitas yang berlaku di lingkungannya atau masyarakatnya. Cara ini biasanya mengikuti cara beragamanya orang yang berkedudukan tinggi atau punya pengaruh. Pada umumnya tidak kuat dalam beragama. Mudah mengubah cara beragamanya jika berpindah lingkungan atau masyarakat yang berbeda dengan cara beragamnya. Mudah bertukar agama jika memasuki lingkungan atau masyarakat yang lain agamanya. Mereka ada minat meningkatkan ilmu dan amal keagamaannya akan tetapi hanya mengenai hal-hal yang mudah dan nampak dalam lingkungan masyarakatnya.
  3. Rasional, yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan rasio sebisanya. Untuk itu mereka selalu berusaha memahami dan menghayati ajaran agamanya dengan pengetahuan, ilmu dan pengamalannya. Mereka bisa berasal dari orang yang beragama secara tradisional atau formal, bahkan orang tidak beragama sekalipun.
  4. Metode Pendahulu, yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan akal dan hati (perasaan) dibawah wahyu. Untuk itu mereka selalu berusaha memahami dan menghayati ajaran agamanya dengan ilmu, pengamalan dan penyebaran (dakwah). Mereka selalu mencari ilmu dulu kepada orang yang dianggap ahlinya dalam ilmu agama yang memegang teguh ajaran asli yang dibawa oleh utusan dari Sesembahannya semisal Nabi atau Rasul sebelum mereka mengamalkan, mendakwahkan dan bersabar (berpegang teguh) dengan itu semua.
2.3. Hubungan Humanistik Dan Agama
Humanisme digambarkan sebagai pengganti filosofis yang moderen bagi agama. Disisi lain humanisme kritis terhadap agama-agama tradisional dan ideologi agama, yang dijadikan sebagai pengganti agama. Hubungannya sama dengan hubungan yang fundamental antagonis.
a.    Perspektif tentang humanisme, hubungan fundamental antagonis :
1.         Kekerasan agama
2.         Sejarah agama
3.         keyakinan dan supernatural dalam sistem-sistem agama sangat besar.
b.  Humanisme dengan Tuhan dan Dewa
Sama halnya dengan supernatural, humanisme juga perhatian dengan dewa-dewa, karena banyak orang percaya dan menekankan pentingnya dewa-dewa tersebut, tetapi humanisme mungkin tidak akan mengatakan tentang adanya dewa-dewa.
c.  Humanisme dan kejahatan
Salah satu keprihatinan agama banyak yang terjadi dalam teologi bahwa penderitaan manusia berawal dari kejahatan.
Dari penjelasan pada bagian sebelumnya dapat dikatakan bahwa tujuan hidup humanistik adalah pendekatan dan bagaimana menghargai dan mendalami kehidupan. Dikaitan dengan agama, tujuan hidup humanistik adalah menjalani kehidupan agar bisa mencapai suatu kesejarteraan, kebahagiaan, dan mengembangkan kemampuan hidup manusia harus berdasarkan agama, sehingga dalam keinginan kita untuk mencapai suatu keberhasilan  derdasarkan atau berpegang pada agama, pasti tujuan hidup kita akan terarah. Karena agama adalah sarana untuk lebih dekat dengan Tuhan, dan agama juga memberi batasan-batasan kepada manusia dalam melakukan kewajiban-kewajiban dari setiap individu.

2.4. Contoh Kasus
Contoh kasus diambil dari masalah-masalah yang timbul dari para humanis tentang lebih pentingnya identitas dan mengemukakan konsep perikemanusiaan sebagai fokus dan satu-satunya tujuan dibandingkan agama. Namun, definisi paling jelas tentang humanisme dikemukakan oleh pendukungnya. Salah seorang juru bicara humanisme paling terkemuka di masa kini adalah Corliss Lamont. Dalam bukunya, Philosophy of Humanism, ia menulis:
(Singkatnya) “Humanisme meyakini bahwa alam merupakan jumlah total dari realitas, bahwa materi-energi dan bukan pikiran yang merupakan bahan pembentuk alam semesta, dan bahwa entitas supernatural sama sekali tidak ada. Ketidaknyataan supernatural ini pada tingkat manusia berarti bahwa manusia tidak memiliki jiwa supernatural dan abadi; dan pada tingkat alam semesta sebagai keseluruhan, bahwa kosmos kita tidak memiliki Tuhan yang supernatural dan abadi.
Sebagaimana dapat kita lihat, humanisme nyaris identik dengan ateisme, dan fakta ini dengan bebas diakui oleh kaum humanis. Terdapat dua manifesto penting yang diterbitkan oleh kaum humanis di abad yang lalu. Yang pertama dipublikasikan tahun 1933, dan ditandatangani oleh sebagian orang penting masa itu. Empat puluh tahun kemudian, di tahun 1973, manifesto humanis kedua dipublikasikan, menegaskan yang pertama, tetapi berisi beberapa tambahan yang berhubungan dengan berbagai perkembangan yang terjadi dalam pada itu. Ribuan pemikir, ilmuwan, penulis, dan praktisi media menandatangani manifesto kedua, yang didukung oleh Asosiasi Humanis Amerika yang masih sangat aktif. Jika kita pelajari manifesto-manifesto itu, kita menemukan satu pondasi dasar pada masing-masingnya: dogma ateis bahwa alam semesta dan manusia tidak diciptakan tetapi ada secara bebas, bahwa manusia tidak bertanggung jawab kepada otoritas lain apa pun selain dirinya, dan bahwa kepercayaan kepada Tuhan menghambat perkembangan pribadi dan masyarakat. Misalnya, enam pasal pertama dari Manifesto Humanis adalah sebagai berikut:
1.      Humanis religius memandang alam semesta ada dengan sendirinya dan tidak diciptakan.
2.      Humanisme percaya bahwa manusia adalah bagian dari alam dan bahwa dia muncul sebagai hasil dari proses yang berkelanjutan.
3.      Dengan memegang pandangan hidup organik, humanis menemukan bahwa dualisme tradisional tentang pikiran dan jasad harus ditolak.
4.      Humanisme mengakui bahwa budaya religius dan peradaban manusia, sebagaimana digambarkan dengan jelas oleh antropologi dan sejarah, merupakan produk dari suatu perkembangan bertahap karena interaksinya dengan lingkungan alam dan warisan sosialnya. Individu yang lahir di dalam suatu budaya tertentu sebagian besar dibentuk oleh budaya tersebut.
5.      Humanisme menyatakan bahwa sifat alam semesta digambarkan oleh sains modern membuat jaminan supernatural atau kosmik apa pun bagi nilai-nilai manusia tidak dapat diterima.
6.      Kita yakin bahwa waktu telah berlalu bagi teisme, deisme, modernisme, dan beberapa macam “pemikiran baru”.
Pada pasal-pasal di atas, kita melihat ekspresi dari sebuah filsafat umum yang mewujudkan dirinya di bawah nama materialisme, Darwinisme, ateisme, dan agnotisisme. Pada pasal pertama, dogma materialis tentang keberadaan abadi alam semesta dikemukakan. Pasal kedua menyatakan, sebagaimana dinyatakan teori evolusi, bahwa manusia tidak diciptakan. Pasal ketiga menyangkal keberadaan jiwa manusia dengan mengklaim bahwa manusia terbentuk dari materi. Pasal keempat mengajukan sebuah “evolusi budaya” dan menyangkal keberadaan sifat manusia yang sudah ditakdirkan oleh Tuhan (sifat istimewa manusia yang diberikan pada penciptaan). Pasal kelima menolak kekuasaan Tuhan atas alam semesta dan manusia, dan yang keenam menyatakan bahwa telah tiba waktunya untuk menolak "teisme", yakni kepercayaan pada Tuhan.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Makalah yang dibuat ini dapat ditarik kesimpulan bahwa masih ada manusia di dunia ini, yang masih belum percaya dengan keberadaan Tuhan.
 Pendekatan humanistik dari contoh kasus yang di bahas adalah beberapa kasus yang menyatakan bahwa lebih pentingnya identitas dari pada pengakuan terhadap agama.

3.2 Saran
            Berdasarkan makalah yang saya susun ini diharapkan kita sebagai mahluk ciptaan Tuhan harus berlandaskan pada agama, dan diharapkan juga keterlibatan dari pihak-pihak yang memang seharusnya memberi arahan atau sosialisasi sehingga setiap individu mengetahui dan mengerti arah dan tujuan tidup humanistik yang bertujuan pada Tuhan atau Agamanya sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Buku: “Ancaman Global Freemasonry”. Lamont, The Philosophy of Humanism, 1977, hal. 116
Magiz Frans,susunan,2006.Menalar Tuhan. Penerbit kanisius:Yongyakarta
http://www.jjnet.com/archives/documents/humanist.htm
http://www.garymcleod.org/2/johnd/humanist.htm


Tidak ada komentar:

Posting Komentar