BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Secara sederhana, paham humanis dapat
diartikan sebagai suatu sikap yang dalam membela kelangsungan dan keberadaan
hidup manusia agar manusia tidak tenggelam dalam kahancuran atau kebinasaan.
Humanisme dalam memandang objek
(manusia) tidak membedakan manusia sebagai suatu makluk yang
terkontak-kontakan. Humanisme tidak memandang bangsa, agama, daerah, suku,
warna kulit dan sejenisnya.
Adapula Humanisme dipandang sebagai
sebuah pandangan positif oleh kebanyakan orang. Humanisme mengingatkan kita
seperti gagasan-gagasan seperti kecintaan terhadap perikemanusiaan, perdamaian,
dan persaudaraan. Tetapi, makna filosofis dari humanisme jauh lebih signifikan,
yaitu humanisme adalah cara berpikir bahwa mengemukakan konsep perikemanusiaan
sebagai fokus dan satu-satunya tujuan. Dengan kata lain, humanisme mengajak
manusia berpaling dari Tuhan yang menciptakan mereka dan, hanya mementingkan
keberadaan dan identitas mereka sendiri. Kamus umum mendefinisikan humanisme
sebagai “sebuah sistem pemikiran yang berdasarkan pada berbagai nilai,
karakteristik, dan tindak tanduk yang dipercaya terbaik bagi manusia, bukannya
pada otoritas supernatural manapun“.
1.2 Tujuan
Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini agar kita
bisa mengetahui masalah Humanistik terhadap Agama.
1.3 Manfaat
Penulisan
Pembuatan makalah ini diharapkan mampu
menambah pengetahuan dan wawasan bagi siapa saja yang membacanya, sebagai bahan
dasar bagi penulis untuk mengikuti ujian akhir semester mata kuliah agama.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Humanistik
Humanistik adalah istilah umum untuk berbagai jalan pikiran yang berbeda yang memfokuskan dirinya
ke jalan keluar umum dalam masalah-masalah atau isu-isu yang berhubungan dengan
manusia. Humanisme telah menjadi sejenis doktrin beretika yang cakupannya
diperluas hingga mencapai seluruh etnisitas manusia, berlawanan dengan
sistem-sistem beretika tradisonal yang hanya berlaku bagi kelompok-kelompok
etnis tertentu.
Humanisme modern dibagi kepada dua aliran: Pertama, Humanisme keagamaan/religi berakar dari
tradisi Renaisans-Pencerahan dan diikuti banyak seniman, umat Kristen, dan para
cendekiawan dalam kesenian bebas. Pandangan mereka biasanya terfokus pada
martabat dan kebudiluhuran dari keberhasilan serta kemungkinan yang dihasilkan
umat manusia. Kedua, Humanisme sekular mencerminkan bangkitnya globalisme, teknologi, dan
jatuhnya kekuasaan agama. Humanisme sekular juga percaya pada martabat dan
nilai seseorang dan kemampuan untuk memperoleh kesadaran diri melalui logika.
Orang-orang yang masuk dalam kategori ini menganggap bahwa mereka merupakan
jawaban atas perlunya sebuah filsafat umum yang tidak dibatasi perbedaan
kebudayaan yang diakibatkan adat-istiadat dan agama setempat.
Pengertian lain juga bahwa humanistik
adalah reaksi behaviorisme dan psikoanalisis dimensi kepada manusia dari
psikologi dan konteks manusia dalam pengembangan teori psikologis.
Lima
hal yang merangkum adalah :
1. Manusia tidak bisa direduksi menjadi koponen-komponen
2. Manusia memiliki konfeksi yang unik di dalam
dirinya
3. Kesadaran manusia menyertakan kesadaran akan diri
dalam konteks oran lain
4. Manusia mempunyai pilihan-pilihan dan bertanggung
jawab
5. Manusia bersifat infersional, mereka mencari,
mencari makanan, nilai dan memiliki nilai kreativitas.
2.2. Pengertian Agama
Agama menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan)
dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan
dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Kata "agama"
berasal dari bahasa Sansekerta, Agama yang berarti
"tradisi". Berdasarkan cara
beragamanya, Agama terbagi dalam Empat cara yaitu:
- Tradisional, yaitu cara beragama berdasar tradisi. Cara ini mengikuti cara beragamanya nenek moyang, leluhur atau orang-orang dari angkatan sebelumnya. Pada umumnya kuat dalam beragama, sulit menerima hal-hal keagamaan yang baru atau pembaharuan. Apalagi bertukar agama, bahkan tidak ada minat. Dengan demikian kurang dalam meningkatkan ilmu amal keagamaanya.
- Formal, yaitu cara beragama berdasarkan formalitas yang berlaku di lingkungannya atau masyarakatnya. Cara ini biasanya mengikuti cara beragamanya orang yang berkedudukan tinggi atau punya pengaruh. Pada umumnya tidak kuat dalam beragama. Mudah mengubah cara beragamanya jika berpindah lingkungan atau masyarakat yang berbeda dengan cara beragamnya. Mudah bertukar agama jika memasuki lingkungan atau masyarakat yang lain agamanya. Mereka ada minat meningkatkan ilmu dan amal keagamaannya akan tetapi hanya mengenai hal-hal yang mudah dan nampak dalam lingkungan masyarakatnya.
- Rasional, yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan rasio sebisanya. Untuk itu mereka selalu berusaha memahami dan menghayati ajaran agamanya dengan pengetahuan, ilmu dan pengamalannya. Mereka bisa berasal dari orang yang beragama secara tradisional atau formal, bahkan orang tidak beragama sekalipun.
- Metode Pendahulu, yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan akal dan hati (perasaan) dibawah wahyu. Untuk itu mereka selalu berusaha memahami dan menghayati ajaran agamanya dengan ilmu, pengamalan dan penyebaran (dakwah). Mereka selalu mencari ilmu dulu kepada orang yang dianggap ahlinya dalam ilmu agama yang memegang teguh ajaran asli yang dibawa oleh utusan dari Sesembahannya semisal Nabi atau Rasul sebelum mereka mengamalkan, mendakwahkan dan bersabar (berpegang teguh) dengan itu semua.
2.3. Hubungan Humanistik Dan Agama
Humanisme digambarkan sebagai
pengganti filosofis yang moderen bagi agama. Disisi lain humanisme kritis
terhadap agama-agama tradisional dan ideologi agama, yang dijadikan sebagai
pengganti agama. Hubungannya sama dengan hubungan yang fundamental antagonis.
a. Perspektif tentang humanisme, hubungan fundamental
antagonis :
1.
Kekerasan
agama
2.
Sejarah agama
3.
keyakinan dan
supernatural dalam sistem-sistem agama sangat besar.
b. Humanisme
dengan Tuhan dan Dewa
Sama halnya dengan supernatural,
humanisme juga perhatian dengan dewa-dewa, karena banyak orang percaya dan
menekankan pentingnya dewa-dewa tersebut, tetapi humanisme mungkin tidak akan
mengatakan tentang adanya dewa-dewa.
c.
Humanisme dan kejahatan
Salah satu keprihatinan agama banyak
yang terjadi dalam teologi bahwa penderitaan manusia berawal dari kejahatan.
Dari penjelasan pada bagian sebelumnya
dapat dikatakan bahwa tujuan hidup humanistik adalah pendekatan dan bagaimana
menghargai dan mendalami kehidupan. Dikaitan dengan agama, tujuan hidup
humanistik adalah menjalani kehidupan agar bisa mencapai suatu kesejarteraan,
kebahagiaan, dan mengembangkan kemampuan hidup manusia harus berdasarkan agama,
sehingga dalam keinginan kita untuk mencapai suatu keberhasilan derdasarkan atau berpegang pada agama, pasti
tujuan hidup kita akan terarah. Karena agama adalah sarana untuk lebih dekat
dengan Tuhan, dan agama juga memberi batasan-batasan kepada manusia dalam
melakukan kewajiban-kewajiban dari setiap individu.
2.4.
Contoh Kasus
Contoh kasus diambil dari
masalah-masalah yang timbul dari para humanis tentang lebih pentingnya
identitas dan mengemukakan konsep perikemanusiaan sebagai fokus dan
satu-satunya tujuan dibandingkan agama. Namun, definisi
paling jelas tentang humanisme dikemukakan oleh pendukungnya. Salah seorang
juru bicara humanisme paling terkemuka di masa kini adalah Corliss Lamont.
Dalam bukunya, Philosophy of Humanism, ia menulis:
(Singkatnya)
“Humanisme meyakini bahwa alam merupakan jumlah total
dari realitas, bahwa materi-energi dan bukan pikiran yang merupakan bahan
pembentuk alam semesta, dan bahwa entitas supernatural sama sekali tidak ada.
Ketidaknyataan supernatural ini pada tingkat manusia berarti bahwa manusia
tidak memiliki jiwa supernatural dan abadi; dan pada tingkat alam semesta
sebagai keseluruhan, bahwa kosmos kita tidak memiliki Tuhan yang supernatural
dan abadi”.
Sebagaimana dapat kita lihat, humanisme nyaris identik
dengan ateisme, dan fakta ini dengan bebas diakui oleh kaum humanis. Terdapat
dua manifesto penting yang diterbitkan oleh kaum humanis di abad yang lalu.
Yang pertama dipublikasikan tahun 1933, dan ditandatangani oleh sebagian orang
penting masa itu. Empat puluh tahun kemudian, di tahun 1973, manifesto humanis
kedua dipublikasikan, menegaskan yang pertama, tetapi berisi beberapa tambahan
yang berhubungan dengan berbagai perkembangan yang terjadi dalam pada itu.
Ribuan pemikir, ilmuwan, penulis, dan praktisi media menandatangani manifesto
kedua, yang didukung oleh Asosiasi Humanis Amerika yang masih sangat aktif. Jika kita
pelajari manifesto-manifesto itu, kita menemukan satu pondasi dasar pada
masing-masingnya: dogma ateis bahwa alam semesta dan manusia tidak diciptakan
tetapi ada secara bebas, bahwa manusia tidak bertanggung jawab kepada otoritas
lain apa pun selain dirinya, dan bahwa kepercayaan kepada Tuhan menghambat
perkembangan pribadi dan masyarakat. Misalnya, enam pasal pertama dari
Manifesto Humanis adalah sebagai berikut:
1. Humanis religius memandang alam semesta ada dengan sendirinya dan
tidak diciptakan.
2. Humanisme percaya bahwa manusia adalah bagian dari alam dan bahwa
dia muncul sebagai hasil dari proses yang berkelanjutan.
3. Dengan memegang pandangan hidup organik, humanis menemukan bahwa
dualisme tradisional tentang pikiran dan jasad harus ditolak.
4. Humanisme mengakui bahwa budaya religius dan peradaban manusia,
sebagaimana digambarkan dengan jelas oleh antropologi dan sejarah, merupakan
produk dari suatu perkembangan bertahap karena interaksinya dengan lingkungan
alam dan warisan sosialnya. Individu yang lahir di dalam suatu budaya tertentu
sebagian besar dibentuk oleh budaya tersebut.
5. Humanisme menyatakan bahwa sifat alam semesta digambarkan oleh sains
modern membuat jaminan supernatural atau kosmik apa pun bagi nilai-nilai
manusia tidak dapat diterima.
6. Kita yakin bahwa waktu telah berlalu bagi teisme, deisme,
modernisme, dan beberapa macam “pemikiran baru”.
Pada pasal-pasal di atas, kita melihat ekspresi dari sebuah filsafat
umum yang mewujudkan dirinya di bawah nama materialisme, Darwinisme, ateisme,
dan agnotisisme. Pada pasal pertama, dogma materialis tentang keberadaan abadi
alam semesta dikemukakan. Pasal kedua menyatakan, sebagaimana dinyatakan teori
evolusi, bahwa manusia tidak diciptakan. Pasal ketiga menyangkal keberadaan
jiwa manusia dengan mengklaim bahwa manusia terbentuk dari materi. Pasal
keempat mengajukan sebuah “evolusi budaya” dan menyangkal keberadaan sifat
manusia yang sudah ditakdirkan oleh Tuhan (sifat istimewa manusia yang
diberikan pada penciptaan). Pasal kelima menolak kekuasaan Tuhan atas alam
semesta dan manusia, dan yang keenam menyatakan bahwa telah tiba waktunya untuk
menolak "teisme", yakni kepercayaan pada Tuhan.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Makalah yang dibuat ini dapat ditarik
kesimpulan bahwa masih ada manusia di dunia ini, yang masih belum percaya
dengan keberadaan Tuhan.
Pendekatan humanistik dari contoh kasus yang
di bahas adalah beberapa kasus yang menyatakan bahwa lebih pentingnya identitas
dari pada pengakuan terhadap agama.
3.2 Saran
Berdasarkan
makalah yang saya susun ini diharapkan kita sebagai mahluk ciptaan Tuhan harus berlandaskan pada agama, dan diharapkan juga keterlibatan dari
pihak-pihak yang memang seharusnya memberi arahan atau sosialisasi sehingga
setiap individu mengetahui dan mengerti arah dan tujuan tidup humanistik yang bertujuan pada Tuhan atau Agamanya sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Buku: “Ancaman
Global Freemasonry”. Lamont, The Philosophy of
Humanism, 1977, hal. 116
Magiz Frans,susunan,2006.Menalar Tuhan. Penerbit kanisius:Yongyakarta
http://www.jjnet.com/archives/documents/humanist.htm
http://www.garymcleod.org/2/johnd/humanist.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar